Welly Tumanduk merasa di Kriminalisasi Hingga Mendekam 3 Tahun di Penjara

UNGKAP86.com, Jakarta - Welly Tumanduk Mendatangi Polda Metro Jaya Senin (31/08/2020) terkait penahanan Kwak Mi Suk warga Korea dan kawan-kawan. Welly Tumanduk mempertanyakan kejelasan status penahanan Kwak Mi Suk dkk (Nawawi, Zaenudin, Lee Song Woo, dan Yani). Yang dilaporkan oleh Welly  atas penculikan dan penganiayan dirinya tahun 2015. 

“Sebagai pelapor, saya merasa tidak pernah mendapat pemberitahuan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Salinan BAP juga tidak diberikan saya dapatkan dari panitera yang merupakan hak pelapor. Sebagai pelapor saya tidak pernah diinfokan menghadiri sidang, yang  sudah berjalan empat kali,” tuturnya saat konferensi pers di  lingkungan Polda Metro.

Sebelumnya  Willy sendiri sudah menyambangi kejaksaan dan mempertanyakan statur terlapor kepada JPU, namun dijelaskan bahwa terlapor saat ini ditahan di Polda. “Saya tadi sudah mempertanyakan di jawab sudah menjadi tahanan Polda, saya ingin tahu kebenarannya,” ungkapnya. Dipaparkan oleh Willy Tumanduk bahwa laporan balik terhadap Kwak Mi Suk atas penculikan dan penganiyaan terhadap dirinya, bermula dari kejatian 2015 lalu.  “Saya sedang keluar rumah tiba-tiba dipanggil salah satu terlapor, ketika mendekat langsung dimasukkan secara paksa ke dalam mobil dan dibawa keliling-keliling Jakarta hingga dianiaya di di pabrik milik Kwak Mi Suk di Banten. 

“Saya diancam mau dibunuh dan dikuburkan di pabrik. Ketika sampai ruang rapat pabrik sekitar enam orang memukuli saya, kepala saya berdarah-darah, mata kiri saya akhirnya cedera dan hampir buta,” paparnya.

Welly megisahkan kronologisnya pada awak media pada tahun 2015 lalu Welly ada hubungan bisnis antara  dirinya dengan Kwak Mi Suk seorang pengusaha sepatu ekspor   dari Korea. Sebagai pemilik PT UFU, Kwak ingin mengajukan kredit atau pinjaman sebesar 1 juta US dollar kepada bos Willy. Kemudian pinjaman tersebut dinaikkan menjadi 2 juta US dollar dengan agunan tanah di Serang, Banten seluas 16 000 meter persegi dengan harga appraisal 5 juta permeter senilai 55 miliar.

“Kita sepakat di hadapan notaris,  bahwa sebagai penghubung dirinya mendapat fee senilai 500 juta, dan kesepatakan ini sudah dihadapan notaris. Sayangnya karena agunan tanah bukan sertifikat hanya HGB dan  sebagian merupakan wakaf,  maka pinjaman itu batal dengan sendiri,” tutur Willy.

Singkatnya, tutur Willy, pihak Kwak mungkin tidak puas karena gagalnya pinjaman. Mereka kemudian meminta dikembalikan uang 500 juta. Sehingga berujung dengan penculikan dan penganiayan dirinya di pabrik milik Kwak, terjadi sekitar 5 November 2015. 

“Saat dianiyai saya sudah berjanji menyanggupi akan mengembalikan uangnya. Meski sebenarnya itu hak saya, karena kondisi tanah agunan yang dijanjikan tidak sesuai (wanprestasi).  Namun janji akan menyerahkan Senin, tidak digubris dan mereka paksa hari itu juga di bayar,” ungkapnya awal dari perjalan kelam hidupnya hingga merasa dikriminalisasi dan dijebloskan ke penjara padahal dirinya sebenarnya korban.

Dianiaya hingga tak berdaya, dalam keadaan cedera malam itu juga di bawa ke polsek Jatiwung, Polres Tangerang Kota. Karena ditolak akhirnya di bawa ke Polda Metro Jaya. Selama itu juga tidak mendapatkan perawatan hanya baju diganti.  

“Saya akhirnya menghubungi Panca Nainggolan, teman saya pengacara yang langsung mendatangi ke Polda Metro. Setelah marah karena klien diperlakukan demikian akhirnya dibawa ke RS Jakarta dengan pengawalan dua aparat. Karena tidak ada dokter jaga di rujuk ke RSCM dan belakangan ke RS Siloam yang ditangani poli mata dan THT. Usai pengobatan langsung di bawa ke Polda. Baru 10 menit ditinggalkan pengacara, saya langsung di BAP dan ditersangkakan,”  kisah Willy merasakan pahitnya  jadi tersangka padahal korban penculikan dan penganiayaan.

Singkatnya, Willy menjalani hari-hari sidangnya di PN Tangerang dan dikenakan  Pasal 378 dan 372 dan majelis hakim memutus 5 tahun penjara. Tidak terima putusan, Willy sempat mengajukan bandung ke Pengadilan Tinggi Banten, namun putusan dikuatkan Majelis PT Banten hanya mengganti Pasal  263 tentang pemalsuan segel.

“Saya merasa dikriminalisasi. Saya akhirnya menjalani  tahanan selama 3 tahun sebelum diberikan pembebasan bersyarat. Sekarang saya ingin mencari keadilan, dan sudah melaporkan pihak-pihak yang menganiaya saya.  Saya berharap  tuntutan JPU diawasi  selama dalam persidangan dan tersangka Kwak dan kawan-kawannya harus ditahan. Meski tak bersalah saya sudah menjalani tahanan 3 tahun, saya ingin mereka yang mengkriminalisasi saya juga merasakan dinginnya penjara,” tutupnya. 

  

0 Response to "Welly Tumanduk merasa di Kriminalisasi Hingga Mendekam 3 Tahun di Penjara"

Posting Komentar