Perusahaan Pelat Merah Sikat Duit Nasabah?


UANGKAP86.COM, Jakarta - Ramai diperbincangkan masyarakat mengapa perusahaan milik negara bisa mengemplang duit nasabahnya, indikasinya sudah sepuluh tahun yang lalu mengapa baru hari ini terungkap, sekilas hinggar bingar yang terekam pada jejak digital kami.

AJB Bumiputera

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membantah telah melarang Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 menunaikan kewajiban dalam membayar klaim. Salah satu costumer service (CS) Bumiputera menyampaikan bahwa OJK telah melarang perusahaan asuransi jiwa itu membayar klaim. Alasan larangan sejak September 2018 itu dilakukan untuk menjaga likuiditas keuangan perusahaan.

Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot angkat bicara dan menampik larangan itu. Ia mengaku OJK tidak pernah melarang Bumiputera untuk membayar klaim para pemegang polis. “OJK tidak pernah melarang karena tidak ada dari OJK terlibat penanganan klaim. Kami hanya memantau sistem pembayaran klaimnya. Penanganan klaim Bumiputera sepenuhnya dilakukan oleh manajemen dalam rangka penyelesaian kepada pemegang polis,” ujar Sekar dikutip Kontan.co.id, Ahad (22/12).

Bahkan, Sekar mengaku OJK baru mengetahui informasi mengenai larangan itu. Lanjut sekar, dalam hal ini Badan Perwakilan Anggota (BPA) Bumiputera memiliki tanggung jawab untuk memikul amanat dari pemegang polis dalam menjalin komunikasi bersama direksi perseroan.

“Tidak hanya kepada regulator, BPA AJBB juga perlu menyampaikan kondisi terkininya dan strategi perbaikan kondisi keuangan perusahaan kepada pemegang polis, semua pemegang polis dan pemegang saham berhak tahu programnya agar dipastikan semua pemegang polis terlindung,” pungkas Sekar.

Nilai outstanding klaim AJB Bumiputera mencapai Rp4,01 triliun sampai 5 November 2019. Jika dirinci, outstanding klaim asuransi perorangan Rp3,78 triliun dengan jumlah polis 256.774 dan asuransi kumpulan Rp232,61 miliar.

Jiwasraya

Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyatakan terus menjalin komunikasi dalam menangani kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

"Kami terus berkomunikasi, berkordinasi dengan Menteri BUMN di dalam menangani BUMN Jiwasraya ini. Persoalananya memang sangat besar dan sangat serius," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Sabtu (21/12/2019) dilansir detikcom.

Ia mengatakan Kemenkeu masih menunggu laporan Kementerian BUMN soal neraca keuangan dan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi Jiwasraya. "Jadi kita juga akan melihat dari semua segi. Kalau dari sisi keuangannya, neracanya, kewajiban-kewajiban yang sudah jatuh tempo, dan bagaimana kita akan mengatasinya itu sedang dan terus diformulasikan oleh Kementerian BUMN untuk dikoordinasikan dengan kami," ungkap Sri Mulyani.

Soal penegakan hukum, Sri Mulyani mengaku sudah menyerahkan semuanya ke Kejaksaan Agung. Sekarang Kejaksaan Agung sedang melakukan penelitian soal kasus di Jiwasraya apakah ada yang melanggar hukum.

Menteri BUMN Erick Thohir mengaku terus berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dan Kejaksaan Agung untuk mencari jalan keluar permasalahan Jiwasraya. Erick menyampaikan jika sejak tahun 2016 hingga hari ini pemerintah terus konsisten mencari solusi dari permasalahan ini.

"Kasus hukum yang melibatkan oknum-oknum akan diusut tuntas oleh pihak Kejaksaan Agung. Untuk kementerian BUMN dan kementerian Keuangan saat bersamaan akan melakukan restrukturisasi di Jiwasraya," kata Erick dilansir CNBC Indonesia.

Skandal Jiwasraya dimulai dari produk asuransi bernama JP Saving Plan. Ini adalah produk asuransi jiwa berbalut investasi yang ditawarkan melalui bank (bancassurance). Produk Saving Plan ini mengawinkan produk asuransi dengan investasi seperti halnya unit link. Bedanya, di Saving Plan risiko investasi ditanggung oleh perusahaan asuransi, sementara risiko investasi unit link di tangan pemegang polis.

Ada tujuh bank yang menjadi penjual yakni PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), Standard Chartered Bank, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN), PT Bank QNB Indonesia, PT Bank ANZ Indonesia, PT Bank Victoria International Tbk (BVIC), dan PT Bank KEB Hana. Total polis jatuh tempo atas produk ini pada Oktober-Desember 2019 mencapai Rp12,4 triliun. Manajemen baru Jiwasraya menegaskan tidak akan sanggup membayar polis nasabah yang mencapai triliunan itu. Manajemen mengaku kesulitan keuangan. Hal ini disebabkan kesalahan investasi yang dilakukan oleh manajemen lama Jiwasraya.AJB Bumiputera

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membantah telah melarang Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 menunaikan kewajiban dalam membayar klaim. Salah satu costumer service (CS) Bumiputera menyampaikan bahwa OJK telah melarang perusahaan asuransi jiwa itu membayar klaim. Alasan larangan sejak September 2018 itu dilakukan untuk menjaga likuiditas keuangan perusahaan.

Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot angkat bicara dan menampik larangan itu. Ia mengaku OJK tidak pernah melarang Bumiputera untuk membayar klaim para pemegang polis. “OJK tidak pernah melarang karena tidak ada dari OJK terlibat penanganan klaim. Kami hanya memantau sistem pembayaran klaimnya. Penanganan klaim Bumiputera sepenuhnya dilakukan oleh manajemen dalam rangka penyelesaian kepada pemegang polis,” ujar Sekar dikutip Kontan.co.id, Ahad (22/12).

Bahkan, Sekar mengaku OJK baru mengetahui informasi mengenai larangan itu. Lanjut sekar, dalam hal ini Badan Perwakilan Anggota (BPA) Bumiputera memiliki tanggung jawab untuk memikul amanat dari pemegang polis dalam menjalin komunikasi bersama direksi perseroan.

“Tidak hanya kepada regulator, BPA AJBB juga perlu menyampaikan kondisi terkininya dan strategi perbaikan kondisi keuangan perusahaan kepada pemegang polis, semua pemegang polis dan pemegang saham berhak tahu programnya agar dipastikan semua pemegang polis terlindung,” pungkas Sekar.

Nilai outstanding klaim AJB Bumiputera mencapai Rp4,01 triliun sampai 5 November 2019. Jika dirinci, outstanding klaim asuransi perorangan Rp3,78 triliun dengan jumlah polis 256.774 dan asuransi kumpulan Rp232,61 miliar.

 

0 Response to "Perusahaan Pelat Merah Sikat Duit Nasabah?"

Posting Komentar